Your Smile is My Life 
one shoot ini author dedikasikan untuk para reader yang selalu  menunggu untuk ff gaje yang author bikin hehehee^^vauthor sih berurai  air mata pas nulis, karna terlalu merasakan apa yang cast disini  rasakan, hahahhaatapi juga merasa senang, jadi ga sedih doang  hehehesemoga ff one shoot kedua author ini bisa menghibur ya, happy  reading^^*oya, disaranin pas baca dengar lagu OST. You Are My Destiny -  (LeeHyun) Doragaja - Let's Go Back , lagunya enak^^v pas baca, ulang  terus aja lagunya hehehhee^^*
Title     : Your Smile is my Life
Author : Amma JHR
Rating  : PG-16
Length  : 8000 words
Catagory: one shoot
Genre  : Romance, Family, Friendship, drama
Cast     : Go Ara, Jung Yunho and DBSK member, Taemin Shinee
*The First Meet*
Namaku  Jung Yunho, aku adalah seorang penulis, hari ini adalah perilisan novel  ke-6 ku, aku dengan sabar memberikan setiap tanda tanganku dibuku yang  aku tulis, untuk setiap penggemarku yang menginginkannya. Aku mulai suka  menulis sejak aku kelas 1 SMA, tapi hanya tulisan biasa seperti puisi  atau cerita pendek, bukan sebuah novel. Novel pertamaku berhasil di  rilis saat aku lulus SMA berkat seorang teman yang baik yang menunjukkan  tulisanku itu kepada penerbit, buku itu berjudul “ARA”. ARA bukan  sebuah kata yang tanpa arti atau sebab aku jadikan sebagai judul dari  novelku, tapi itu aku buat karna novel itu memang menceritakan tentang  dirinya, bukan gadis yang sangat spesial untuk orang lain, tapi iya  untukku, dia adalah segalanya, ARA-ku yang paling aku sayangi di dunia  ini. Dan dia adalah bagian dari hidupku.
Pertemuan  pertamaku dengan Ara 7 tahun yang lalu, waktu itu musim panas, seperti  biasa aku pergi ke toko ice cream, tempatku bekerja part time, aku  bertugas menjaga mulai jam 3 sore, aku mengayuh sepedaku menelusuri kota  Seoul yang panas, untuk sampai ke sana membutuhkan waktu 30 menit, aku  sampai pukul 2.30 p.m masih ada 30 menit untuk mengganti pakaianku dan  bersiap. Setelah berganti baju aku mulai melayani setiap pelanggan yang  memesan, kebanyakan adalah para anak SMP yang aku tahu mereka  menyukaiku, karna selalu meminta fotoku saat aku melayani mereka, aku  hanya bisa mengiyakan keinginan konyol mereka. Yang kadang membuatku  merasa kesal. Jam 5 sore itu, aku tidak menyadari kehadirannya, tapi  saat aku membersihkan sebuah meja, seseorang memanggilku.
“tuan...aku  mau memesan!!”, panggilnya, aku pun beranjak kearah meja orang yang  memanggilku, dia hanya duduk sendiri, saat aku berjalan kearahnya,  senyumnya mengembang, matanya berbinar, benar-benar senyuman yang tulus.  Ia memakai baju berwarna kuning, benar-benar gadis yang ceria.
“silahkan  nona...”, aku memberikan daftar menu ice cream. Saat aku akan  meninggalkannya untuk kembali membersihkan meja, ia kembali memanggilku.
“changkaman tuan...”, ujarnya, aku pun berbalik.
“iya, apa sudah menentukan pilihan?”, tanyaku. Dia tersenyum dan menggeleng lugu. Aku menaikkan sebelah alisku.
“lalu? Ada apa?”
“ehm...bisa kau pilihkan untukku? aku bingung....”, ia menyerahkan daftar menu itu padaku.
aku melihat daftar menu, dan menyebutkan menu yang sering dipesan oleh pelanggan.
“ice cream chocolate vanilla mint dengan toping strawberry?”, tawarku.
“apa itu ice cream kesukaanmu?”, tanyanya dengan sumeringah. Aku menggeleng.
“lalu apa kesukaaanmu?”
“aku tidak terlalu suka ice cream”, jelasku datar.
“lalu apa yang kau suka?”, tanyanya.
“banyak...., tapi aku hanya kurang suka makanan manis”
“kalau begitu kenapa kau kerja disini?”, tanyanya dengan polos, namun membuatku kesal.
“apa kau tidak mau memesan nona?”, aku sedikit meninggikan suaraku. Tapi dia malah tersenyum....manis.
“mian...karna  kau sudah memilihkan untukku, maka aku pesan yang kau pilih saja”,  jelasnya dengan masih tersenyum. Aku benar-benar bingung dengan gadis  ini.
“baiklah, satu chocolate vaniilla mint strawberry, ada lagi?”, tanyaku.
“itu  saja dulu....”, ujarnya, aku berjalan ke tempat temanku yang bertugas  membuatkan pesanan, aku memberikan kertas yang bertuliskan pesanan gadis  itu dan aku kembali melayani pembeli lain yang baru datang. tak lama  pesanannya siap, aku memberikan pesanan itu.
“selamat menikmati...”, aku tidak terlalu suka bersikap ramah, jadi aku bicara dengan nada yang agak datar.
“gomawo...”,  ia malah membalas dengan senyumnya, lagi. Aku mengangguk dan pergi. Aku  kembali melakukan aktifitasku yaitu melayani pelanggan. Sudah hampir  jam 9, hanya ada 1 meja yang masih berpenghuni, gadis itu masih duduk  disana, ia memakan ice cream pertama, namun tidak memakan ice cream  lainnya yang ia pesan, ia hanya memakannya sedikit.
“nona...kami sudah mau tutup...”, jelasku padanya.
“ohh benarkah??”, dia tampak kaget dan melihat ke arah jam tangannya.
“ahhh kenapa tiba-tiba sudah malam ya...”, ia tertawa, sementara aku menatapnya dengan tatapan aneh.
“ehm...kau Jung Yunho kan?”, tanyanya, aku semakin merasa aneh dengan gadis ini.
“iya, kenapa kau tahu?”, tanyaku bingung.
“kenalkan namaku Go Ara, kita sekelas!!”, jelasnya sambil mengulurkan tangan, aku menyambut tangannya.
“kau  juga masuk kelas 3A?”, tanyaku, ia mengangguk. Tahun ajaran baru memang  baru 1 minggu berjalan, jadi maklum bila aku tidak ingat wajahnya.
“ohh...aku mau tutup, apa kau bisa segera pergi?”
“ahhh mianhe, aku akan pergi....tapi....”, ia menghentikan kalimatnya.
“apa?”, tanyaku datar.
 “bolehkah bila disekolah aku menyapamu?”, tanyanya dengan sumeringah, aku hanya mengangguk ragu.
“gomawo...”,  ucapnya, ia segera berlari keluar, aku masih bisa melihatnya karna toko  ice cream ini memakai kaca, ia menaiki mobil mewah, sepertinya ia  bersama supir, aku menggeleng dan tersenyum mengejek, orang kaya memang  kurang kerjaan, mereka hanya tahu bersantai dan menghamburkan uang, apa  yang gadis itu lakukan sejak tadi sore?, apa menunggu seseorang tapi  tidak kunjung datang? benar-benar gadis aneh. Aku membereskan toko ice  cream, toko itu tidak aku kunci, karna ada temanku yang bertugas berjaga  didalam toko. Aku menyerahkan kunci padanya. Aku mengayuh sepedaku  menuju rumah, saat dijalan aku mengingat pesanan adik laki-lakiku, ia  meminta dibelikan jajangmyun, aku pun membeli jajangmyun dan meneruskan  perjalananku ke rumah.
*sucks  girl*
Seperti  biasa saat pagi masih gelap aku mengantarkan koran dan susu ke setiap  rumah, di kompleks perumahan didaerah Gangnam, aku mengayuh sepedaku dan  menaruh koran dan susu disetiap rumah, setelah hari mulai terang namun  fajar belum muncul, aku secepat mungkin pulang kerumah untuk berganti  pakaian.
“kau tidak sarapan dulu Yun?”, teriak ibuku dari arah dapur.
“tidak  eomma, aku sudah telat, hari ini ada praktek biologi”, jelasku, ibu  menghampiri aku yang sedang mengikat tali sepatu di depan rumahku yang  sederhana.
“ini...roti..”, ibu menyerahkan kotak makan, aku tersenyum.
“gomawo eomma...”, ibu tersenyum lembut dan mengelus rambutku. Hanya senyum ibu yang bisa menenangkan hatiku.
“hyeong!!! Apa kita tidak bisa pergi bersama?”, tanya adikku Taemin, dia baru duduk dibangku kelas 6 SD.
“sepertinya tidak, aku harus buru-buru...”, aku mengacak rambutnya dan tersenyum.
“ahhh Hyeong!!!”, aku tertawa.
“aku  pergi dulu ya eomma...”, aku mencium kening ibuku dengan lembut dan  bergegas mengayuh sepedaku menelusuri jalanan kota Seoul. Aku memarkir  sepedaku ditempat khusus sepeda, kebanyakan siswa disekolahku ke sekolah  dengan naik mobil mewah, hanya siswa biasa yang memakai sepeda. aku  bersekolah disini karna bantuan beasiswa, aku harus berusaha karna tidak  mungkin menyuruh ibuku mencarikan uang untuk biaya sekolahku, apalagi  Taemin masih duduk dibangku SD. Ayah kami dipanggil Tuhan saat aku kelas  2 SMA, waktu itu ayah mengalami kecelakaan kerja saat kerja lapangan di  tempat rekonstruksi bangunan, ayahku seorang arsitek. Sejak saat itu,  ibulah yang berusaha membiayai hidup kami, dengan bekerja ditoko sup  kentang. Bila ditanya uang itu cukup atau tidak, tentu saja tidak, hidup  kami serba pas-pasan, terkadang kurang, makanya aku memutuskan untuk  bekerja part time, untuk membantu ibuku. Saat aku berjalan kearah kelas  tiba-tiba ada yang menepuk punggungku.
“hai...”, sapanya mencoba  mensejajarkan dengan jalanku. Aku mengangkat sebelah alisku. Siapa dia  menyapaku dengan sok akrab, pikirku dalam hati.
“kau masih ingat aku kan?”, tanyanya dengan senyuman yang.....tulus, aku baru ingat, dia gadis aneh kemarin.
“oh, kau gadis kemarin ya?”, aku bicara dengan datar, namun ia menanggapinya dengan antusias.
“ya!!  Kau benar, ah senangnya kau ingat aku, boleh ya aku duduk  didekatmu...”, pintanya dengan muka sumeringah. Aku berhenti dan menatap  wajahnya.
“kau ini mamang tidak punya teman? Kenapa mesti so akrab padaku?”, dia tersenyum.
“aku  memang tidak punya teman, karna jarang bergaul atau jalan-jalan bersama  dengan teman-teman makanya tidak punya teman, membosankan sekali  kan....dalam seminggu kemarin saja aku belum masuk sama sekali, makanya  belum kenal siapapun...”, dia malah bercerita, tapi tidak ada raut  kesedihan sama sekali di wajahnya.
“boleh kita berteman?”, tanyanya. Aku mengangguk datar dan meninggalkannya.
Dikelas  sudah ada Missa Yamamoto, gadis asal Jepang ini sudah sejak tahun lalu  sekolah disini, Missa ada di Korea karna ayahnya sedang ditugaskan di  Korea. Missa tidak terlalu fasih bahasa korea, teman pertamanya adalah  aku, karna bahasa Jepangku lumayan bagus, aku belajar dari almarhum  ayahku yang sangat fasih bahasa Jepang.
“Ohayou...Yunho...”,  ia menyapaku dengan lembut, Missa selalu membuatku bahagia bila berada  didekatnya, ia adalah wanita kedua yang paling aku sayang.
“apa kau sudah siap untuk praktek hari ini?”, tanyaku, dia mengangguk.
“aku  boleh ya satu kelompok dengan kalian...”, tiba-tiba gadis itu datang  diantara kami, aku mendengus kesal, gadis ini benar-benar bermuka tebal.
“kami hanya mau berdua...”, aku tetap bersikap dingin padanya.
“tapi sekelompok kan bisa bertiga bila ada yang tidak kebagian....”, dia memelas.
“tapi kau kan bisa masuk kelompok lain”, jelasku.
“jebal....”, ia tersenyum dan memamerkan wajah terpolosnya. Aku melihat kearah lain.
“ya..kau boleh bersama kami...”, suara itu mengagetkanku. Missa mengijinkannya, aku sedikit tidak mau tapi apa boleh buat.
“Arigato Gozaimashita...Missa....”, ujarnya senang.
“kau bisa bahasa Jepang?”, tanyaku, dia tersenyum dan mengangguk.
*she’s gone*
Hari-hariku  yang biasanya aku hiasi hanya dengan adanya Missa di sekolah, kini ada  gadis baru yang mulai aku kenal, yaitu Ara. Gadis menyebalkan ini tidak  hanya menggangguku disekolah, tapi juga menggangguku di tempatku  bekerja, ia biasa sekedar duduk disana, entah apa yang dia lakukan,  walaupun aku sering membentaknya tetap saja dia membalasku dengan  senyuman. 2 bulan berlalu dengan cepat, hari itu aku merasa hatiku  sakit, Missa yang aku pikir menyukaiku, malah pergi ke Jepang. Dia  bilang , itu bukan keinginannya, dan dia bilang dia juga menyukaiku, hal  itu sedikit mengobati luka hatiku, tapi tidak rasa rinduku, kini di  sekolah hanya ada satu orang gadis yang dekat denganku, gadis  menyebalkan ini selalu so akrab dan benar-benar tidak tahu malu.
“kau masih sedih ya karna Missa kembali tinggal di Jepang?”, tanyanya. Kami duduk dibangku taman belakang sekolah.
“tentu saja...”
“apa kau sangat menyukainya?”, tanyanya, aku mengangguk.
“bila kau mendapat 1 permintaan, apa yang kau inginkan?”, tanyanya lagi.
“aku ingin Missa kembali...”, jelasku, dia terdiam sebentar kemudian menggandeng tanganku, dan menyenderkan kepalanya dibahuku.
“aku  akan membantumu melupakannya, bukan melupakan Missa-mu, tapi melupakan  kesedihanmu...”, jelasnya, aku melihat kearahnya. Ia hanya tersenyum  sendu.
*I’m proud of her*
Aku  bergegas menuju sepedaku, aku harus secepatnya menuju tempat kerja.  Tapi Ara ada disana, ia tersenyum senang setelah melihatku.
“ada apa?”, tanyaku datar.
“aku mau pergi ke toko ice cream bersamamu...”, jelasnya.
“tidak diantar supir??”, dia menggeleng.
“naik  taxi saja...”, ujarku dingin. aku mulai membuka gemboknya dan saat aku  mulai akan mengayuh, dia sudah duduk dibocengan dengan memegang  pinggangku.
“aku mau naik sepedamu...”
“Ya!!! Kau ini! turun!”, aku mencoba tegas.
“jebal....”,  aku akhirnya menghela nafas, dan mulai mengayuh sepedaku. Sesampainya  ditempat kerja aku kaget karna Ara terus mengikutiku sampai kedalam  ruang pegawai.
“apa yang kau lakukan? Aku bisa dimarahi manager kalau begini!!!”, aku mulai kesal dengan tingkahnya.
“aku juga mulai bekerja disini...”
“tidak  mungkin!! Semua yang bekerja disini adalah namja!”, aku tidak percaya,  sampai akhirnya ia menunjukkan ID card miliknya dan tersenyum menang.
“kau  ini!!!”, aku mau tidak mau, tidak bisa berbuat apa-apa. Bagaimana  mungkin gadis manja dan kaya seperti dia mau bekerja. Benar-benar aneh.  Aku terus mengawasinya, aku takut dia membuat kesalahan, tapi diluar  dugaan, dia melakukannya dengan baik, bahkan dia sangat ramah kepada  setiap pelanggan, tidak melihat pelanggannya wanita atau pria, muda atau  tua,  bahkan kepada pria yang kadang menggodanya pun ia masih bersikap  sangat baik dan sabar, ya...dia memang.....cantik!. Dia juga sangat  menyukai anak-anak.
“apa hari pertama bekerja membuatmu lelah?”, tanyaku.
“iya...aku merasa sedikit pegal...”, ia tertawa. Aku tersenyum.
“mau aku antar pulang?”, tanyaku.
“hah?”, dia sedikit kaget.
“sudahlah  aku pulang duluan ya...”, aku meninggalkannya. Tapi ia kembali  mengejarku dan mencoba mensejajarkan jalannya denganku, aku tahu pasti  itu  dengan susah payah, karna aku berjalan dengan sangat cepat.
“Yunho...”, panggilnya. Aku berhenti.
“apa?”
“menurutmu bila kita menyukai seseorang, apa kita harus bilang?”
“ya...sepertinya  begitu, jangan seperti aku dan Missa, setelah Missa mau pergi aku baru  bilang...”, jelasku. Ia tersenyum dan mengangguk.
“ada namja yang  kau suka?”, tanyaku. Ia tersenyum melihat kearahku dan kemudian berjalan  duluan. Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya yang seperti anak kecil  itu. saat ia berjalan, ia tersandung dan terjatuh. Aku refleks berlari  kearahnya dan membantunya untuk berdiri. Lututnya berdarah. Tangan  kanannya juga lecet. Aku lihat dia seperti ingin menangis, matanya sudah  berkaca-kaca.
“kwenchana?”, tanyaku, ia tersenyum.
“pabo!!  Kalau berjalan lihat-lihat, kau kan bukan anak kecil, ayo kita masuk  lagi, aku akan mengobati lukamu....”, kami berdua masuk kedalam toko  yang seperti biasa masih ada temanku didalam, dia terlihat panik melihat  kaki Ara yang terluka.
“Ara kenapa Yun?”, tanyanya padaku.
“aku tidak apa-apa oppa...”
“hah? Oppa? Sejak kapan kau memanggil Jaejoong dengan sebutan oppa? Dia kan tidak berbeda jauh umurnya denganku....”
“sejak  aku datang kesini, Jaejoong oppa dan yang lainnya memintaku memanggil  begitu...”, jelas Ara polos. Jaejoong tersenyum senang. Yoochun yang  bertugas menginap ditoko bersama Jaejoong juga ikut tersenyum.
“aish!!  Sudah ambil kan kotak P3K sana”, Yoochun mengambilkan kotak P3K.  Sedangkan Jaejoong kembali ke dapur, ia suka membuat ice cream dengan  inovasi baru untuk dijadikan menu baru.
“Yunho...apa kau masih merindukan Missa?”, tanyanya hati-hati. Aku tersenyum sinis.
“sialnya  masih...”, ujarku padanya, ia tersenyum kecil dan menunduk. Saat  Yoochun datang, aku langsung berlutut didepan Ara dan mulai mengobati  lukanya.
“sakit?”, tanya Yoochun yang sepertinya khawatir, Ara  tersenyum dan menggeleng. Tiba-tiba terdengar suara ponsel, ternyata  ponsel Ara, ia mengangkat ponselnya.
“ah iya, aku masih disini...”, ucapnya pada orang yang meneleponnya.
“baiklah...gomawo..”, ia memasukkan lagi ponselnya kedalam saku seragamnya.
“nah selesai...”, aku membereskan kotak P3K itu, dan menaruhnya dimeja.
“gomawo...”, ucapnya.
“kami pulang ya Chun...”, aku menarik tangan Ara, dan kami keluar dari toko.
“kau pulang naik taxi saja ya, karna malam mulai sangat dingin...”, dia hanya menjawab dengan sebuah anggukan.
“kau pulang saja duluan....supirku sedang dalam perjalanan kesini”, ujarnya.
“oh..begitu...baiklah...”,  aku bergegas mengambil sepedaku dan mulai mengayuhnya tanpa melihat  kearah gadis itu lagi, tapi saat itu entah kenapa aku ingin melihatnya,  aku melihat sekilas kearahnya sambil masih mengayuh sepeda. Dia  tersenyum dan melambaikan tangannya. aku tersenyum, dasar gadis aneh,  pikirku dalam hati. Saat mulai mengayuh dengan cepat tiba-tiba sepedaku  oleng dan aku jatuh. Aku sedikit bersyukur karna jalanan tempat aku  terjatuh sepi, dan ini sudah jauh dari toko.
*she’s part of my life*
Hari-hariku  kini lebih sering kuhabiskan bersama Ara, selain kami sekelas, kami  juga satu tempat kerja. Hari ini kami kena hukuman, karna saat guru kami  menjelaskan, Ara malah mengajakku bicara, aku sangat kesal dengan ini,  untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa menjadi anak nakal.  Padahal sebelumnya aku tidak pernah dihukum atau membuat kesalahan  disekolah. Kami berdua mencabut rumput liar di taman belakang sekolah.  Hal itu menyebabkan kami tidak bisa berangkat ke tempat kerja tepat  waktu. Aku mencabut rumput dengan kesal.
“Yunho....mianhe...”, ia meminta maaf dengan tersenyum. Aku melihat dengan kesal kearahnya.
“kau ini yeoja macam apa? Kenapa selalu membuat masalah?”, aku bicara dengan sedikit berteriak. Ara terlihat shock.
“mianata.....”, hanya kata itu yang keluar dari bibirnya.
“kenapa  kau selalu mengikutiku sih? Kenapa disekolah kau selalu menempel  padaku? Kau juga bekerja di tempatku bekerja, sebelum bekerja disana kau  selalu menjadi pelanggan menyebalkan yang menyusahkanku, kenapa kau  melakukan semua itu? kenapa kau orang kaya membuat hidupku menjadi lebih  sulit? Aku harap mulai sekarang kau tidak mengikutiku lagi!!”, aku  berteriak padanya.
“aku....aku melakukan itu karna...aku sangat  menyukaimu Yunho...aku merasa senang bila didekatmu, tidak tahu kalau  kehadiranku membuatmu merasa tidak nyaman dan menyulitkanmu, jeongmal  mianhe....”, matanya mulai berkaca-kaca, tapi dia tersenyum. Dia  meneruskan mencabut rumput.
“kau boleh pergi...biar aku yang  meneruskannya sendiri, bilang pada manager aku terlambat”, jelasnya, ia  menundukkan kepalanya. Namun masih mencabut rumput liar itu. aku  terdiam, aku tidak tahu harus berkata apa, gadis ini menyukaiku, tapi  aku melukainya. Aku tahu ia menangis.
“pergilah...”, ia melihat  kearahku dengan tersenyum manis, aku masih bisa melihat sisa air mata  yang baru saja dihapus. Aku terdiam mematung.
“baiklah...”, hanya  kata itu yang keluar dari bibirku, aku benar-benar bodoh, aku malah  meninggalkannya sendirian disana, aku benar-benar namja egois, aku pergi  mengayuh sepedaku menuju tempat bekerja, sepanjang jalan aku memikirkan  orang yang aku tinggalkan.
*The last meet*
Akhirnya aku sampai.
“ahh kau terlambat 20 menit...”, ujar Changmin melihat kedatanganku.
“iya mianhe...apa manager ada?”, aku sedikit takut.
“kau beruntung, dia sedang ada urusan, mana Ara?”
“dia  masih disekolah, sepertinya akan terlambat...”, aku meninggalkan  Changmin, dan mengganti pakaianku sebelum Changmin bertanya lebih  banyak. Aku mulai melayani pelanggan, sesekali aku melihat jam tangan,  mengapa sudah jam 4 dia belum juga datang?, aku sangat khawatir bila  memikirkan disekolah ia hanya sendiri. Aku menghela nafas, apa aku harus  kembali kesana?. Namun saat aku akan keluar, Ara sudah ada didepan  toko, ia tersenyum melihatku.
“kau mau kemana?”, tanyanya.
“ehm...aku tadi melihat seseorang, ternyata bukan orang yang kukenal”, aku berbohong padanya. Dia mengangguk dan tersenyum.
“ohh. aku masuk duluan ya..., oya apa manager marah?”
“tidak, dia sedang pergi...”
“syukurlah...”, ia tersenyum senang.
Kami  bekerja seperti biasa, sesekali aku melihat kearah Ara, aku takut dia  masih merasa sedih dengan sikapku di sekolah tadi. Tapi diluar dugaan,  dia tetap terlihat ceria. Seperti biasa kami selesai pukul 9 malam.  Wajah Ara terlihat pucat.
“apa kau sakit Ara?”, tanyaku dengan khawatir, ia tersenyum dan menggeleng.
“sepertinya hari ini aku hanya kelelahan....oya aku hari ini mau mentraktir kalian, mau ya...”, ia menawarkan pada kami semua.
“tentu saja kami mau!!!”, ujar Changmin yang memang suka sekali makan.
“mau mentraktir dimana?”, tanya Junsu.
“terserah....”, jawab Ara dengan senang.
“masakan cina saja....”, Jaejoong memberi saran.
“aku setuju!!”,ujar Yoochun antusias.
“aku tidak ikut, aku mau langsung pulang....”, jelasku.
“Yahh...kau ini kenapa begitu?”, ujar Changmin.
“mianhe...eomma menyuruhku agar cepat pulang....”, aku akhirnya berbohong.
“yasudah...kita  berangkat sekarang?”, tanya Ara dengan senyumnya, aku sedikit kesal  karna Ara sama sekali tidak memaksaku untuk ikut.
“khayo...”,  Jaejoong dan Junsu merangkul pundak Ara, dan mereka pergi dengan riang  menuju restaurant cina yang hanya berjarak 3 toko dari toko ice cream.  Aku mendengus kesal, dan berjalan menuju sepedaku dan mulai  menggenjotnya.
*I’m feel losing her*
Aku  tidak menemukan Ara dikelas, biasanya dia sudah duduk dibangkuku dan  tersenyum sambil melambaikan tangannya kearahku. Namun hari ini tidak,  Ara tidak masuk sekolah.
Teman kami tidak ada yang tahu Ara  kemana, mereka semua malah bertanya padaku karna aku yang selalu  dengannya, namun aku juga tidak tahu. Hari itu terasa ada yang hilang,  setelah pulang sekolah aku bergegas untuk ke tempat kerjaku,  diperjalanan aku sangat berharap bisa menemukan Ara ditoko, namun nihil,  Ara tidak masuk kerja.
“Yoochun, apa kau tahu kenapa Ara hari ini tidak masuk?”, tanyaku pada Yoochun.
“kau tidak ikut sih kemarin...”
“ada apa kemarin?”, tanyaku penasaran.
“Ara bilang dia berhenti bekerja, dan kemarin dia jadikan sebagai pesta perpisahan...”, jelasnya.
“MWO???  Apa dia bilang alasan dia berhenti bekerja?”, Yoochun menggeleng. Aku  menghela nafas, entah kenapa ada rasa bersalah yang menggangguku. Entah  kenapa aku merasa semangatku untuk bekerja menghilang.
Keesokkan harinya aku bergegas berangkat ke sekolah. sebelum ke sekolahku, aku mengantarkan Taemin dulu ke sekolahnya.
“belajar yang rajin!”, pesanku.
“nde  hyeong!!”, ia berlari masuk kesekolah, aku pun melanjutkan perjalananku  menuju sekolahku, aku sangat berharap aku bisa menemukan Ara dikelas,  seperti biasa menyapaku dipagi hari, namun yang aku harapkan tidak  terwujud, Ara tidak ada disana, hari ini dia kembali tidak masuk  sekolah, aku semakin khawatir, kenapa dia tidak memberi kabar apapun?  Sialnya selama ini aku tidak pernah meminta nomor ponselnya, selama ini  Ara selalu meminta nomor ponselku tapi aku tidak pernah memberinya. Aku  berjalan ke taman belakang sekolah dan duduk disana, aku teringat saat  aku mencabut rumput disana, Ara menangis karna aku, aku sangat menyesali  hari itu. Ara selalu berusaha menghiburku, namun aku selalu  membentaknya, memarahinya, mengacuhkannya, aku benar-benar kejam  padanya, tapi ia tetap mengikutiku dan memberikan senyumannya.
apa  Yoochun dan yang lainnya punya nomor ponsel Ara ya? Pikirku, setelah  pulang sekolah, aku pun bergegas ke toko, yang aku lakukan pertama kali  adalah menanyakan kepada mereka semua nomor ponsel Ara, namun tidak ada  yang memilikinya. Saat waktunya pulang aku teringat pertama kali aku  bertemu dengannya, ia selalu tersenyum, Ara selalu duduk ditempat yang  sama bila ia mengunjungi toko ini. Aku menghela nafas panjang dan  berlalu keluar toko, aku mengayuh sepedaku, aku ingat saat Ara memaksaku  memboncengnya, ia tanpa segan memegangi pinggangku. Aku tersenyum  mengingatnya.
*I’m falling in love*
 Hari-hari  kulalui begitu hampa dan berat, aku begitu merindukan sosok polos itu,  sosok yang selalu menempel padaku, sosok yang tanpa segan menunjukkan  rasa sukanya. Sudah seminggu lebih Ara tidak masuk, tidak ada kabar  apapun, aku mulai merasa aku akan mati bila tidak segera bertemu  dengannya, dadaku sesak. Dia tidak ada, namun bayangannya selalu ada,  disekolah, tempatku bekerja, senyum tulus yang selalu ia berikan itu  terus menghantuiku. aku duduk dibangku taman belakang sekolah. Aku  memutuskan untuk bolos bekerja, aku tidak bisa berkonsentrasi disekolah  maupun ditempat bekerja, di kepalaku hanya ada Ara.
“ARA!!!! Kau kemana?? Kenapa membuatku seperti orang gila???”, aku berteriak frustasi, aku ingin sekali menangis.
“aku merindukanmu....sangat...sangat...merindukanmu....”, aku berbicara namun lebih terkesan berbisik. Aku pulang ke rumah.
“kenapa masih sore sudah pulang hyeong?? Apa kau tidak kerja?”, tanya Taemin yang sedang membaca buku dikamar kami.
“tidak...aku lelah...”, aku menjatuhkan tubuhku dikasurku.
“kau kenapa hyeong???”,tanya Taemin penasaran.
“tidak apa-apa....”, jawabku datar, Taemin mendekat kearahku.
“hyeong...waktu  itu ada yang memberikan ini untukmu, aku lupa menyimpannya dimana, dan  baru aku temukan tadi siang, aku minta maaf hyeong....”, Taemin  menyerahkan sepucuk surat.
“dari siapa?”, aku bangun dari tidurku dan duduk menyender.
“aku tidak kenal, tapi yeoja itu cantik...”
“yeoja??”, aku teringat Ara, aku langsung membuka surat itu.
untuk sahabatku Jung Yunho yang tampan...
gomawo selama ini mengijinkanku mengikutimu dan merepotkanmu...
mianhe...karna aku telah menyusahkanmu dan selalu membuatmu kesal...
walaupun kau tidak menyukaiku, ijinkan aku menyukaimu Yunho....
jeongmal  saranghae...mungkin setelah kau membaca ini aku akan malu untuk bertemu  denganmu....tapi kita berteman seperti biasa saja ya^^v, sayang tadi  kau tidak ikut makan bersama kami, tapi lain kali kau akan aku  traktir^^~
Go Ara^^*
Entah kenapa rasanya sesak  membaca ini, berteman biasa?? apa maksud gadis bodoh ini?? Aku rasanya  ingin berteriak, aku mulai berkaca-kaca.
“oya hyeong....yeoja yang  memberikan ini terlihat pucat malam itu, aku rasa ia sedang sakit”,  ujar Taemin. Mataku mulai berkaca-kaca. Aku ingat wajah Ara yang pucat,  apa ia sakit? Apa ia sakit karna aku meninggalkannya dan membuatnya  mencabut rumput sendirian?
“hyeong...kau kenapa?”, Taemin terlihat khawatir.
“ottoke??  Aku harus bagaimana untuk menemukannya Taemin?? Aku sangat  merindukannya, aku merasa bersalah padanya...”, aku mulai meneteskan  airmata.
“hyeong....kau mencintainya?”, tanya Taemin, aku menggeleng.
“Ya!!  Hyeong...itu namanya kau mencintainya!!!”, Taemin menepuk pundakku. Aku  akhirnya menceritakan semuanya pada Taemin, walaupun ia masih SD, tapi  pola pikir Taemin cukup dewasa.
“kau benar-benar kejam hyeong, dan kau sekarang kena batunya, kau benar-benar jatuh cinta pada yeoja itu...”, ujar Taemin.
“lalu aku harus bagaimana? Aku sangat ingin bertemu dengannya”, aku merengek seperti anak kecil, Taemin terdiam sebentar.
“cari  alamat atau nomor ponsel dia di data sekolah, atau di tempat kerjamu  hyeong....”, aku berpikir, Taemin benar, kenapa aku tidak berpikir  sampai kesana. Aku segera berlari ke halaman dan menggenjot sepedaku  dengan cepat. Sesampainya ditoko, aku langsung ke ruangan manager.
“apa aku boleh minta data Go Ara sajangnim?”
“kau kenapa tidak masuk hari ini? Untuk apa data Ara?” tanyanya.
“aku...aku harus menemuinya sajangnim...jebal....”, aku berlutut didepan manager. Dia terlihat kaget.
“bangunlah....aku akan memberikan datanya....”
*finally, I found her* 
Aku  mengayuh sepedaku menuju alamat yang aku dapat, karna saat aku  menelepon ponselnya, ponselnya tidak aktif. Aku merasa semangatku  membuncah untuk bertemu dengannya. Aku berdiri didepan pagar tinggi yang  dibaliknya ada rumah besar yang mewah, aku memberanikan diri untuk  memencet belnya. Seorang satpam membuka pintu.
“ada apa?”, tanyanya degan ketus.
“apa benar ini rumah Go Ara?”, tanyaku padanya, ia mengangguk.
“apa dia ada dirumah?”, aku bertanya dengan hati-hati, satpam ini benar-benar menyeramkan.
“untuk apa mencari agashi?”, tanyanya. Aku jadi kebingungan.
“aku....aku teman sekolahnya, aku diminta sekolah untuk kesini...”, jelasku. Dia melirik kearah sepeda yang aku bawa.
“siapa  namamu? Aku akan tanyakan dulu pada nyonya, kau boleh menemui agashi  atau tidak...”, aku menaikkan alisku, aku sedikit bingung dengan  protokol yang harus aku lalui untuk bertemu Ara.
“namaku Jung Yunho...”, satpam itu sepertinya menelepon kedalam rumah. Tak lama ia mempersilahkanku untuk masuk.
“masuklah...”, ujarnya. Aku membawa sepedaku.
“sepedamu taruh di posku saja”, ujarnya, aku mengangguk.
Aku  diantar seorang pelayan kedalam rumah, didalam rumah aku bertemu dengan  seorang wanita cantik, mungkin seumuran ibuku. Aku memberi salam  padanya saat ia tersenyum kearahku.
“geosonghamnida, karna kedatanganku mengganggu...”, aku merasa tidak enak.
“tidak apa, kau mau bertemu Ara?”, tanyanya. Aku mengangguk mengiyakan.
“aku  ibunya, ayo kita ke kamarnya....”, kami masuk kesebuah ruangan besar,  kamar itu berwarna putih, dengan interior serba putih, disana ada sebuah  ranjang, aku membelalakkan mataku saat melihat Ara yang terbaring di  ranjang itu, dengan masih ada infus ditangannya.
“apa yang terjadi padanya?”, tanyaku khawatir. Nyonya Go tersenyum lembut melihat kearah Ara yang sedang tertidur.
“dia....baru saja keluar dari rumah sakit, setelah meminum obat tadi sore, sepertinya dia tertidur lagi....”, jelas nyonya Go.
“memang dia sakit apa?”
“leukimia...”,  ujar nyonya Go pelan, aku masih tidak bisa mencerna apa yang baru saja  aku dengar, kenapa Ara bisa sakit separah itu?.
“sejak kapan dia sakit?”, aku semakin penasaran.
“sejak  berumur 10 tahun..., saat itu kami semua baru tahu kalau Ara mengidap  penyakit itu, melihatnya setiap hari menahan sakit....namun entah kenapa  Ara kami selalu tersenyum”, jelasnya. Aku tidak bisa menahan airmataku  untuk tumpah.
“apa dia bisa sembuh?”
“entahlah...segala  macam upaya sudah kami tempuh, tapi Ara selalu menolak untuk operasi  atau melakukan chemotherapy, Ara selalu bercerita tentang dirimu....”
“hah?”, aku sedikit kaget mendengarnya. Apa yang bisa diceritakan dari diriku? Apa dia bilang aku suka memarahinya.
“waktu  itu Ara harus pindah sekolah, karana ia sudah terlalu sering bolos dari  sekolah lamanya, di hari pertamanya masuk ke sekolah baru dikelas 2, ia   tidak masuk pada hari pertama, ia masuk setelah 4 hari tahun ajaran  baru berjalan, saat ia pulang ia bercerita, bahwa dia melihat pangeran  yang sedang bersedih, pangeran yang selalu ia bayangkan membawa kuda  putih untuk menjemputnya, pangeran itu entah kenapa terlihat  murung....dan selalu termenung di taman belakang sekolah...”, aku  teringat saat-saat itu, dimana saat itu adalah saat ayahku meninggal  dunia, hari-hariku memang terasa memilukan.
“tapi...dia bilang kau  berhasil menemukan kebahagiaanmu, yaitu seorang gadis jepang yang  sangat manis, aku sendiri bingung, harusnya dia sedih saat ia tahu kau  bersama gadis lain, tapi dia malah tersenyum senang....”, aku  mendengarkan cerita nyonya Go denga hati yang terasa teriris.
“saat  dia ulang tahun, aku menyarankan agar dia mengundangmu, tapi dia  bilang, kau tidak mengenalnya, dia sangat senang saat tahu dia akan  sekelas denganmu, dia sangat antusias untuk masuk sekolah, tapi sayang  saat hari pertama ia harus masuk rumah sakit, dan baru bisa masuk pada  hari ke-8, tapi sebelum hari kedelapan, pada hari minggu, ia  mengunjungimu di toko ice cream, aku sangat khawatir dengan keadannya,  tapi...dia terus meyakinkanku, sejak dia bilang kau mulai mengenalnya  aku melihat Ara memiliki semangat lebih banyak untuk tetap hidup dan  sembuh, selama itu, dia tidak pernah lagi masuk rumah sakit, kecuali  saat ia check up atau yang lainnya. Aku sangat senang karna ternyata kau  membuatnya terus bersemangat, walaupun aku sangat tidak setuju saat dia  bilang ingin bekerja, tapi ia terus meyakinkanku.....hari itu Ara  meneleponku, ia bilang ia akan berhenti bekerja, karna sudah bosan  bekerja, tapi aku tahu pasti bukan itu alasannya, malamnya ia pingsan  dan dilarikan lagi kerumah sakit, tadi siang kami baru membawanya  pulang......”, Jelas nyonya Go panjang lebar, Ara tiba-tiba batuk,  nyonya Go langsung mendekat kearahnya, ia membuka matanya.
“aku  ingin minum eomma...”, ujarnya pelan, aku tidak bisa bergerak dari  tempatku berdiri. Ara yang selalu terlihat ceria kini terbaring lemah.  Dia akhirnya menyadari kehadiranku dan melihat kearahku.
“Yunho....”, panggilnya, ia terlihat membuat senyum kecil diujung bibirnya.
“hai....”, aku mendekat kearahnya.
“eomma keluar dulu ya sayang.....”, Ara mengangguk pelan. aku membungkuk saat nyonya Go tersenyum padaku.
“kenapa tahu rumahku?”, aku mengarahkan pandanganku padanya.
“aku mendapatkannya dari manager, saat aku menelepon ke ponselmu kenapa tidak aktif?”, ia tersenyum.
“saat  dirumah sakit aku tidak boleh menghidupkan ponsel, makanya sampai  sekarang belum aku hidupkan lagi, lagi pula yang meneleponku hanya  orangtuaku dan supirku...”, aku tersenyum.
“kelak kau harus mengangkat telepon dariku ya....”, aku mencoba mencairkan suasana. Dia tersenyum.
“jam berapa ini?”, tanyanya, aku melihat jam tanganku.
“jam 8 malam....”
“kenapa  kau tidak bekerja? Kau juga masih memakai seragam sekolah....”, aku  bingung harus menjawab apa, rasanya gengsi jika aku bilang karna aku  sangat ingin melihatnya dan sangat merindukanya.
“aku....hanya malas bekerja, kenapa kau berhenti bekerja?”, dia tersenyum lagi.
“karna aku tidak mau menyusahkanmu Yun....”
“kau membenciku? Apa sikapku waktu itu menyakitimu?”, aku sangat penasaran, Ara menggeleng pelan.
“aku sama sekali tidak membencimu, dan kau tidak pernah menyakitiku....”, ia tersenyum dan menyentuh tanganku.
“kau  tahu, aku hanya merasa tidak berguna karna hanya membuat masalah  untukmu, aku juga merasa bersalah karna tidak bisa seperti Missa yang  selalu bisa membuatmu senang....”, aku menggenggam tangannya.
“berjanjilah Ara kau akan selalu mengikutiku....”, dia tersenyum.
“apa kau menyukaiku?”, tanyanya, aku melepaskan tangannya.
“ehm...aku tidak tahu....”, aku menjawab dengan datar.
“aku juga tidak tahu Yunho, aku bisa mengikutimu lagi seperti dulu atau tidak....”, jelasnya.
“harus...kau  harus mengikuti lagi, karna dengan kau mengikutiku, aku bisa  benar-benar menyukaimu....”, aku merasa malu mengatakannya, ia  tersenyum.
“aku pulang dulu ya Ara....besok aku akan mengunjungimu  lagi....”, aku berjalan sedikit berlari, sebelum aku menutup pintu  kamarnya aku melihat sekilas kearah Ara, aku tersenyum melihatnya  tersenyum kearahku.
*loving her*
Tadi itu yang aku katakan pada Ara, apa itu seperti pernyataan rasa suka ya?, aku berbicara sendiri sambil mengayuh sepedaku.
Keesokkan  harinya sepulang sekolah aku meminta ijin lagi untuk tidak bekerja, aku  mengayuh sepedaku kerumah Ara, entah kenapa aku sangat bersemangat,  akan bertemu Ara mebuatku merasa senang, aku berhenti dulu disebuah toko  bunga, aku memilih setangkai mawar putih, mengingat kamarnya yang serba  putih, mungkin Ara suka warna putih. Tidak seperti kemarin, hari ini  dengan mudah aku bisa masuk kerumah Ara, Ara sedang duduk dikursi taman,  di halaman belakang rumahnya, disana ada danau yang sangat indah, ia  duduk menghadap kearah danau, aku tersenyum melihatnya. Ia  membelakangiku, aku mengendap-endap mendekat kearahnya, saat sudah ada  didekatnya, ternyata ia tahu kehadiranku, dan melihat kearahku.
“Yaaahh padahal aku mau mengagetkanmu....”, aku memanyunkan bibirku, dia tertawa.
“duduklah....”, aku duduk disebelahnya.
“kau sedang apa?”, tanyaku.
“aku hanya memandangi danau yang terlihat indah karna terkena sinar matahari sore”, jelasnya.
“kau tidak ke tempat kerja?”, aku menggeleng.
“kenapa?”,  ia melihat kearahku, aku memilih untuk melihat kearah lain, karna bila  mataku dan matanya bertemu, aku selalu merasa jantungku mau copot.
“karna ingin menemuimu...”, jelasku, tidak ada balasan darinya, aku melihat kearahnya, ia tersenyum sendu.
“ini untukmu....”, aku mengeluarkan bunga yang aku beli tadi dari balik jaket yang aku pakai.
“gomawo....”, ia tersenyum.
“Ara....aku ingin kau bisa kembali menjadi Ara yang biasa aku lihat....”, aku menggenggam sebelah tangannya.
“aku  rasa....aku menyukaimu, sekarang aku benar-benar sudah jatuh cinta pada  gadis pabo yang selalu mengikutiku....”, aku memberanikan diri untuk  mengatakannya.
“apa kau yakin itu perasaan cinta???”
“maksudmu??”, aku bingung dengan pertanyaannya.
“apa kau yakin itu bukan rasa kasihan karna aku sakit?”, tanyanya.
“aku  rasa ini benar-benar cinta, selama kau tidak ada aku selalu merasa ada  yang hilang, aku selalu merasa sedih bila mengingat kelakuan kasarku  padamu, aku benar-benar egois karna hanya mementingkan diriku sendiri,  kau tahu sampai sekarang aku sangat menyesali hari itu, hari dimana aku  meninggalkanmu sendirian, padahal kau baru saja bilang bahwa kau  menyukaiku...”, aku akhirnya menangis. Mata Ara berkaca-kaca namun ia  tersenyum. Ia menghapus air mataku.
“kau tahu...walaupun hari itu  kau meninggalkanku, itu tidak merubah perasaanku padamu, aku malah  menulis surat memalukan itu”, ujarnya, aku tersenyum.
“pabo!!!”, kataku, aku langsung memeluknya.
“kelak...aku akan berusaha membuatmu bahagia....”, jelasnya.
“aku yang harusnya bilang begitu Ara....”, aku mempererat pelukanku.
*The first Dating*
Hari  ini aku menemani Ara untuk check up ke rumah sakit, Ara menolak untuk  melakukan chemoteraphy, karena itu bisa membuat rambutnya rontok, ia  tidak menginginkan itu. kami berdua sama-sama mendengar saat ibunya  berbicara pada dokter, dokter bilang Ara sudah tidak punya harapan lagi  untuk sembuh karna kankernya sudah mencapai stadium 4, saat itu aku  langsung memeluk Ara, aku menangis, namun Ara malah tersenyum. Ibu Ara  mengijinkan aku untuk membawa Ara jalan-jalan dengan sepedaku. Kami  berdua menelusuri jalanan kota seoul yang ramai, sore itu hatiku terasa  sangat sakit, aku sangat takut kehilangan Ara, kata-kata dokter  membuatku tidak tenang. Disepanjang perjalanan, Ara terus bersenandung  sambil memeluk pinggangku dengan erat, ia juga menyenderkan kepalanya ke  punggungku.
“apa aku semakin berat?”, tanyanya.
“tidak...kau  sangat ringan, sampai aku takut angin menerbangkanmu...”, dia tertawa.  Aku menggenggam tangannya dengan sebelah tanganku. Jangan ambil dia  dariku Tuhan....kata itulah yang ingin aku ucapkan. Kami berhenti  sejenak di minimarket, aku membelikannya susu hangat dan roti.
“kau mau membawaku kemana?”, tanyanya. Aku tersenyum.
“nanti juga kau tahu...ayo kita pergi!!!”, aku kembali mengayuh sepedaku, akhirnya kami sampai ditempat tujuanku, Namsan Tower.
“ayo  aku gendong”, aku berjongkok didepannya, ia tersenyum dan tanpa ragu  naik ke punggungku. Aku menggendongnya, setelah itu kami menaiki gondola  untuk sampai di sana. Kami menaiki lift super cepat untuk sampai di  atas tower. Kami berdua melihat pemandangan kota Seoul dari atas Tower.  Aku masih memegangi kepalaku yang pusing. Dia memegang pipiku.
“kau pusing ya?”, aku mengangguk. Dia tersenyum dan mencium bibirku sekilas.
“itu  hadiah karna kau sudah membawaku kesini...”, jelasnya, ia berjalan  dengan malu, aku juga yakin wajahku pasti memerah. Kami berjalan ke  balkon observasi, disini banyak gembok pasangan yang terpasang, Ara  terlihat takjub melihatnya, aku mengeluarkan gembok yang aku beli di  minimarket tadi.
“untuk apa ini?”, tanyanya. Aku menuliskan nama  kami digembok itu, ”Yun dan Ara akan bersama selamanya” . aku  menempelkan gembok itu.
“ini”, aku memberikan kuncinya pada Ara.
“aku berjanji akan selamanya mencintaimu....kau?”, aku mengucapkan janjiku.
“apa?”, tanyanya bingung.
“Ara...kau harus mengucapkan janjimu padaku...”, aku merengek kesal. Dia tertawa.
“aku Go Ara...akan mencintai Jung Yunho selamanya, walaupun aku mati aku akan tetap mencintainya....bagaimana?”
“Ara...bisakah kau tidak menyinggung kematian?”, aku selalu ingin menangis bila mengingatnya, dia tersenyum.
“semua orang pasti akan mati Yun, termasuk aku dan kau...”,
“tapi  kau akan hidup lebih lama Ara, kau akan meninggal bila kau sudah  melahirkan anak-anakku, dan melihat anak-anak kita memiliki anak...”
“tidak Yun...aku rasa Tuhan sudah terlalu baik padaku, dia sudah memberikanku waktu terlalu lama....”, jelasnya.
“Tuhan tidak adil bila mengambilmu dariku....”, aku menangis, Ara tersenyum.
“kau  tahu...saat aku berumur sepuluh tahun aku sama sekali tidak mengerti  soal penyakitku, yang aku tahu....aku akan mati, karna dokter bilang  hidupku hanya tinggal 2 bulan, selama 2 bulan aku selalu menagis, aku  tidak ingin berpisah dengan ibu dan ayahku, aku sangat takut, aku takut  mendengar kata kematian, tapi setelah 2 bulan aku masih baik-baik saja,  ibuku bilang, jangan takut karena semua orang pasti akan mati, Tuhan  terlalu baik memberikanku waktu sampai bertahun-tahun, dan  mempertemukanku denganmu, dan sekarang, aku rela jika Tuhan---“, aku  membekap mulutnya agar tidak bicara lagi, aku membekapnya dengan  bibirku, aku menciumnya dengan lembut, beberapa saat kemudian aku  melepaskan ciumanku.
“itu hukuman untukmu karna kau bicara yang tidak-tidak...”, jelasku malu, ia tersenyum.
“oya ini untukmu...”, aku memberikan sebuah bandu berwarna putih.
“indah sekali...gomawo...”, ia terlihat sangat senang menerimanya.. Kami berdua melihat pemandangan kota Seoul dari atas Tower.
*Happiness Day*
Keesokkan  harinya Ara meminta untuk berangkat kesekolah, ia memintaku untuk  menjemputnya, dan aku menuruti permintaannya. Aku menunggu didepan pagar  besar itu, Ara keluar dari balik pagar, ia terlihat sangat cantik, ia  memakai bandu putih yang aku berikan, dan memakai make up tipis.
“apa kau sudah menunggu lama?”, aku menggeleng.
“sepertinya kau baru pertama kali memakai make up ya?”, tanyaku.
“wae?”
“kau...seperti seorang ahjuma....”, aku berbohong.
“sincha??? Kalau begitu aku masuk dulu untuk cuci muka...”, saat ia akan masuk lagi kedalam, aku menarik tangannya.
“pabo!! Aku berbohong, kau terlihat sangat cantik”,aku yakin pasti wajahku memerah, ia tersenyum.
“aku tahu....”, ujarnya senang.
“aish!!!  Sudahlah khayo!”, aku mulai mangayuh sepedaku menuju sekolah, hatiku  sangat senang, disekolah kami bersikap seperti layaknya pasangan  kekasih, mungkin orang-orang merasa aneh karna biasanya aku bersikap  dingin pada Ara. Saat istirahat kami berdua duduk dibangku taman  belakang sekolah. Ia menyenderkan kepalanya dipundakku.
“Yun...”
“nde?”, aku melihat kearahnya.
“bila kau mendapat 1 permintaan, apa yang kau inginkan?”,
“aku akan minta Go Ara sembuh dan menemaniku selamanya...”,
“kenapa  kau tidak meminta agar Missa kembali bersamamu, jadi kau tidak kesepian  saat aku tidak ada....”, jelasnya, aku menatap marah kearahnya.
“apa kau tidak bisa merasakan sebesar apa perasaan cintaku?”, tanyaku dengan kesal, dia tertawa.
“aku tahu....makanya aku sangat ingin kau bahagia....”
“kebahagianku hanya kau Ara....”, aku memeluknya.
“aku tidak akan melepaskanmu....”, aku memeluknya semakin erat.
*everyone love her*
Setelah  pulang dari sekolah, Aku mengajak Ara kerumahku, aku berniat untuk  mengenalkannya pada ibu. Aku menghentikan sepedaku di rumah yang  terlihat kecil sekali jika dibandingkan dengan rumahnya.
“rumahku seperti sebesar kamarmu ya?”, dia tersenyum dan menggeleng.
“kau  terlalu merendah, rumahmu terlihat nyaman....”, aku tersenyum  mendengarnya, aku menggenggam tangannya dan mengajaknya masuk.
“apa ini Ara?”, tanya ibuku. Aku tersenyum dan mengangguk, aku memang pernah menceritakan tentang Ara pada ibu.
“annyong  haseo...”, Ara membungkuk memberi salam, kami duduk dibalai  yang ada  di halaman belakang rumahku  yang sempit, namun disana banyak ditanami  bunga-bunga indah oleh ibuku.
“hai hyeong!!!”, panggil Taemin yang tiba-tiba datang.
“ada apa?”, tanyaku, Taemin tersenyum kearah Ara, Ara juga tersenyum melihatnya.
“pantas saja hyeong seperti orang gila saat noona tidak ada, noona memang sangat cantik...”, puji Taemin,
“kau  pintar membuat hati orang senang ya, sini duduk dekat noona...”, pinta  Ara, Taemin tanpa sungkan bermanja-manja disebelah Ara. Aku merasa  tersingkir dan cemberut melihatnya.
“kau pintar membuat orang  diacuhkan oleh pacarnya sendiri ya!!”, aku menjitak kepala Taemin, dan  pergi masuk kedalam rumah, saat aku melewati dapur, ibu sedang memotong  semangka untuk kami.
“eomma...apa aku akan kehilangan Ara??”, tanyaku pada ibu. Ibuku tersenyum.
“berdoalah...semua  yang akan terjadi pasti adalah yang terbaik untuk Ara dan kita  semua....”, aku tersenyum miris dan mengangguk. Aku berganti baju dan  kembali ke halaman belakang. Aku melihat Taemin yang menyenderkan  kepalanya dipaha Ara.
“ya!! Apa-apaan kau? Kau mau menusuk  hyeong-mu dari belakang ya??”, aku sebenarnya tidak cemburu pada Taemin,  tapi aku cemburu karna perlakuan manis Ara. Ara tersenyum.
“Taemin kan masih kelas 6 SD, masa kau cemburu padanya?”
“Taemin!! Sana masuk, kau harus belajar, gantian!!”, aku menarik Taemin.
“iya  hyeong....aku tahu hyeong sangat mencintai noona...”, Taemin langsung  berjalan kedalam, dan kata-katanya tadi membuatku malu. Ara tersenyum.
“kemarilah,  kau bilang kau mau gantian dengan Taemin....”, aku menyenderkan  kepalaku dengan malu-malu, Ara membelai rambutku, ia tersenyum.
“Ara...kenapa  kau selalu tersenyum? Padahal kau tahu kalau kau sakit? Kenapa kau  selalu tersenyum bila sesuatu yang seharusnya membuatmu sedih terjadi?”,  aku bertanya dengan hati-hati.
“aku tahu hidupku akan sangat  singkat Yun....bila aku menangisinya dan menghabiskan hidupku yang  singkat ini dengan kesedihan, aku takut saat waktunya tiba nanti aku  akan menyesal...aku harap kau tidak akan pernah bersikap dingin lagi  pada siapapun...aku mau kau menjadi Yunho yang ramah....”
“karna aku adalah pangeran kuda putihmu?”, aku membuat wajahnya merona, pasti dia malu. Dia mengangguk.
“aku  akan sedih jika melihat pangeranku sedih, maka aku akan melakukan apa  saja untuk membuatnya bahagia....”, aku tersenyum senang.
Tadinya  aku akan langsung mengantarkan kerumahnya, namun ia ingin pergi ke toko  ice cream terlebih dahulu, aku sudah hampir seminggu tidak bekerja, aku  memilih untuk menemani Ara, karna hanya itu yang aku inginkan saat ini.
“hai Ara....kami sangat merindukanmu...”, ujar Junsu, mereka semua memeluk Ara.
“ya!!  Dia pacarku, jangan peluk dia....”, aku menarik Ara, mereka semua  tertawa melihat aku yang begitu over protective pada Ara.
“aku tidak ingin kalian semua membuatnya sesak, apa kau mau ice cream Ara?”, tanyaku padanya. Ara mengangguk.
“kau mau rasa apa?”
“aku mau ice cream yang kau buat....”, aku tersenyum. Aku pun meracik ice cream berdasarkan seleraku sendiri.
“ini...”, aku memberikannya pada Ara.
“apa ini?”, Ara tersenyum melihat tulisan dan lambang love yang aku buat.
“ini  ice cream yang tidak ada didalam menu, juga tidak ada di toko ice cream  mana pun, namanya ice cream cinta Jung Yunho untuk Go Ara”, Dia  tersenyum senang.
“wah...kau memang playboy Yunho!!”, ujar Yoochun.
“iya  kau mulai berbahaya sekarang”, ujar Changmin, aku hanya tersenyum, dan  mereka semua tertawa. Aku mengantarkannya ke rumahnya, ini sudah jam 8  malam, sebelum masuk kedalam rumah, Ara memelukku dengan sangat erat.
“saranghae...”, gumamnya pelan.
“na  do saranghae....”, dia melepaskan pelukannya. Aku membelalakan mataku  saat melihat darah yang keluar dari hidungnya, darah itu juga tertinggal  dijaket yang aku pakai.
“kau berdarah....”, ia menutup hidungnya.
“kwenchana....ini  biasa terjadi, aku masuk ya...”, ia berlari kedalam rumah. Aku masih  terdiam didepan rumahnya, tak lama ia keluar lagi dengan menggenggam  banyak tisu.
“Yun...jaketmu mau aku cuci?”, tanyanya.
“hah?”, aku kebingungan.
“darahku tertinggal disana kan?”, dia tersenyum. Aku pun tersenyum.
“dasar pabo!! Sana masuk, aku akan cuci sendiri!!”, aku berjalan kearah pos satpam untuk mengambil sepedaku.
“hati-hati ya...”, teriaknya.
“nde  chagi...!!”, aku berteriak, aku menaiki sepedaku dan melambaikan tangan  kearahnya, aku mengayuh sepeda dengan perasaan yang campur aduk, sedih,  senang, terharu, semuanya aku rasakan secara bersamaan. aku akan terus mencintaimu Ara, bertahanlah.....
 
*The Last Moment*
Aku  sampai dirumah pukul setengah 9, cukup cepat karna aku mengayuh sepeda  sedikit cepat. Aku menaruh jaketku, aku melihat noda merah itu, dan  teringat saat Ara ingin menyucinya, aku tersenyum lucu.
“kau gadis  aneh, kenapa aku sampai menyukaimu?”, aku tersenyum melihat foto kami  berdua. saat ia memaksaku untuk berfoto, waktu itu dia masih bekerja di  toko ice cream, terlihat sekali ekspresi wajahnya yang ceria bersanding  dengan ekspresiku yang dingin.
“kini aku mencintaimu....bahkan sangat mencintaimu Ara....”
“hyeong!! Eomma menyuruhmu makan malam....”, ujar Taemin.
“kau sudah makan?”, Taemin mengangguk.
“sepertinya Ara noona itu orang kaya ya hyeong?”
“darimana kau tahu?”
“kelihatan dari style-nya, dia juga kelihatan punya kepribadian yang baik, untungnya dia tidak sombong...”
“kepribadian baik apanya? Dia itu begitu ceroboh dan bawel, suka membicarakan hal-hal tidak penting....”
“tapi hyeong malah suka ya?”, ucapan Taemin membuatku tidak bisa berkutik lagi.
“ehm...tentu  saja...sudahlah aku mau mandi dulu!!”, aku berjalan menuju kamar mandi,  setelah mandi aku makan ditemani ibuku di meja makan.
“eomma....aku  sangat takut kehilangan Ara, menurut eomma jika aku ingin menikahinya  bagaimana?”, aku memberanikan diri untuk membicarakan apa yang aku  pikirkan.
“eomma rasa orangtua Ara tidak mungkin mengijinkan, kau  kan tahu kondisi perekonomian kita sangat berbeda dengan keluarga  Ara...”, aku mecoba untuk menelan nasi yang sedang aku makan, kata-kata  ibu memang ada benarnya, tapi rasa takutku semakin tidak terkendali.  Setelah makan aku kembali kekamar, aku menuliskan sesuatu untuk Ara, aku  tersenyum jika mengingatnya, gadis itu benar-benar langka. Sudah jam 11  malam, Taemin sudah tertidur, saat aku berniat untuk tidur, aku  mengirimkan pesan singkat untuk Ara.
to: lovely weird girl
chagi...apa kau sudah tidur?
annyongi jumuseyo^^*
saranghae....
Tak  berapa lama ponselku berdering, aku tersenyum melihat nama yang ada di  layar ponselku, bukannya membalas pesanku, malah menelepon. Apa dia  sangat merindukanku? Aku tersenyum senang dan mengangkatnya.
“yoboseo...chagi....”, sapaku dengan manja.
“yoboseo...”, suara itu mengagetkanku, itu bukan suara Ara tapi suara nyonya Go, ibu Ara.
“ah nyonya, mianata...aku pikir Ara....”, aku merasa sangat tidak enak.
“Jung  Yunho...Ara masuk ke Youngdeungpo hospital , apa kau bisa kesini?”,  ujar nyonya Go. Aku begitu kaget mendengarnya, baru 3 jam yang lalu aku  bersamanya, tapi sekarang ia masuk rumah sakit.
“baiklah nyonya,  aku segera kesana”, aku mengambil jaketku dan segera berlari keluar, aku  menyetop sebuah taxi. Sesampainya disana aku berlari ke UGD, disana ada  nyonya Go, tuan Go ayah Ara sepertinya belum pulang dari luar negeri.
“bagaimana keadaannya nyonya?”, aku sangat panik, nyonya Go menangis.
“dokter sedang berusaha....”, kami sama-sama menunggu. Tak lama Tuan Go datang.
“bagaimana keadaan Ara, sayang?”, Tuan Go memeluk istrinya itu.
“dokter sejak tadi belum keluar....”, nyonya Go semakin terisak. Dokter keluar dari ruangan itu. dokter itu terlihat muram.
“bagaimana keadaan putriku dokter?”, tanya tuan Go.
“jeosonghamnida....sudah tidak ada lagi yang bisa kami dilakukan tuan...”,
“Ara...”, aku seperti tersambar petir.
“kalian  masuklah, sepertinya dia ingin bersama keluarganya....”, nyonya Go dan  tuan Go masuk kedalam, sedangkan aku masih mematung diluar. Tak lama  tuan Go memanggilku. Aku berjalan gontai kedalam ruangan itu. aku  melihat  Ara tersenyum kearahku.
“Yunho....”, panggilnya pelan,  Ara-ku yang ceria berubah terlihat sangat pucat, mata sayunya  memancarkan kesedihan. Keadaannya membuatku teriris. Aku berjalan  kearahnya, aku tidak bisa menahan butiran airmata yang jatuh dari  mataku.
“bertahanlah Ara....”, aku menggenggam tangannya, dia juga menangis tapi ia tersenyum.
“kelak Jung Yunho harus selalu tersenyum......”, ia mencium tanganku.
“jangan tinggalkan aku Ara....aku tidak bisa hidup tanpamu....aku sangat mencintaimu....”
“senang bisa menjadi orang yang kau cintai, jika aku pergi....kau harus meneruskan hidupmu dengan baik....”
“eomma....appa....aku  sangat mencintai kalian...aku minta maaf karna tidak bisa menjadi anak  yang berbakti....”, nyonya Go semakin terisak.
“kau adalah anugrah terindah yang Tuhan berikan untuk kami sayang....”, ujar tuan Go, ia membelai putrinya.
“aku  harap saat pemakamanku tidak akan ada orang yang menangis, aku suka  tersenyum....jadi kalian harus memberikanku senyuman.....”
“jangan bicara begitu Ara...ingat apa kataku, kau akan hidup lebih lama.....”, aku merasa perasaanku semakin tak menentu.
“aku  ingin ke taman belakang sekolah Yun....”, aku melihat kearah  orangtuanya, mereka dengan berat hati mengangguk. aku membawa Ara ke  taman belakang sekolah. Udara malam yang dingin tidak bisa aku rasakan.  Aku mendekap erat tubuhnya, walaupun ia memakai mantel yang cukup tebal,  aku tetap khawatir.
“Yun...jangan menangis lagi karna aku, kau benar-benar cengeng....”,
“aku memeng cengeng, tapi aku akan mengikuti semua katamu....Ara...”
“jika  aku pergi, jangan berpikir gila untuk menyusulku, aku akan menjemputmu  jika waktunya tiba....kita semua pasti akan mengalami ini...”
“iya aku berjanji...”, suaraku bergetar karna menahan tangis.
“selama  menunggu, kau harus hidup dengan baik...carilah yeoja yang baik yang  bisa melahirkan anak-anakmu....walaupun ragaku tidak bersamamu, tapi aku  tidak akan pergi meninggalkanmu....”
“aku berjanji akan hidup  dengan baik, tapi bila mencari yeoja lain, yang aku mau hanya  dirimu....”, aku mendekapnya semakin erat, namun berusaha untuk tidak  menyakitinya.
“aku bahagia Yun...”, dia tersenyum dan membenamkan kepalanya didadaku.
“aku mencintaimu Ara....”, bisikku. Ara tidak menjawab apapun.
“Ara?”, tetap tidak ada jawaban, aku mencoba tersenyum walaupun airmataku juga ikut menetes.
“aku  akan terus tersenyum untukmu....”, gumamku pelan. aku tahu Ara-ku yang  riang, Ara-ku yang selalu tersenyum, Ara-ku yang selalu ramah pada semua  orang telah pergi untuk selamanya, Tuhan sangat sayang padanya makanya  memanggilnya lebih cepat dari pada aku atau orang lain, aku mendekapnya  semakin erat.
“kau tidak akan merasakan sakit lagi Ara....”, aku  mencium keningnya, aku menatap wajah lemah Ara yang ada dipangkuanku,  diujung bibirnya ada senyuman kecil. Sampai saat terakhirnya pun Ara-ku  tetap tersenyum, dia adalah makhluk yang memiliki senyum paling tulus  yang pernah aku lihat.
* funeral of my beloved girl* 
Hari  itu langit begitu cerah, namun tidak dengan hatiku, aku berusaha untuk  tidak menangis walaupun hatiku bagai tersayat jutaan pisau, aku menaruh  sebuket mawar putih dipusarannya.  Ara-ku mungkin sudah tenang disana.
“kau  adalah hidupku Ara....kau juga adalah nafasku...kau tahu kan bila  kehidupanmu sudah tidak ada kau pasti akan sulit untuk hidup?  Tapi....aku akan hidup dengan baik demi dirimu, aku berjanji, aku akan  menunggu sampai saatnya nanti kau menjemputku, kau harus tahu...waktu  pun tidak akan pernah melunturkan rasa cintaku padanya, saranghae.....”,  aku memejamkan mataku, dan terbayang senyuman manis Ara. Seperti katamu  kau akan selalu bersamaku, walaupun ragamu tidak bersamaku.
***
“tuan...boleh aku meminta tanda tanganmu?”, seseorang megagetkanku.
“ah  Taemin...kau datang!!”, adikku yang sekarang sudah menjadi penyanyi  terkenal menyempatkan diri untuk hadir di peluncuran bukuku.
“tentu  saja hyeong!!! Bagaimana mungkin aku tidak datang bila sang penulis  terkenal sendiri yang mengundangku....”, aku tertawa, aku lihat Taemin  bersama seseorang, yaitu ibuku. Ibu tersenyum lembut kearahku.
“eomma....”, aku memeluknya.
“eomma  sangat bangga padamu....”, aku tersenyum senang, aku senang karna sudah  bisa membahagiakan ibuku, selain itu Taemin pun sudah sukses, walaupun  ia baru memulai kuliahnya.
“mianata eomma, aku tidak bisa menjadi anak yang berbakti untukmu.....”, aku memeluk ibuku lagi.
“kau putra terbaik, kau bekerja begitu keras sejak ayahmu meninggal, eomma beruntung memilikimu”
“apa aku tidak eomma?”, Taemin terlihat cemburu, eomma juga memeluk Taemin.
“aku sangat bangga memiliki adik sepertimu, jaga eomma dengan baik ya....”, Taemin tersenyum.
“pasti hyeong, kau juga harus jaga kesehatanmu sendiri....”aku mengangguk.
Aku kembali melayani para penggemarku. Aku menjalani beberapa wawancara.
“Yunho-ssi...kenapa  anda selalu menebar senyum manismu, Apa anda selalu merasa senang?”,  aku tersenyum mendengar pertanyaan itu. aku menutup mataku sebentar dan  membayangkan wajah itu lagi.
“karna seseorang memintaku untuk selalu tersenyum untuknya....”, jelasku.
“siapa orang itu?”, tanya wartawan itu semakin penasaran.
“tokoh  dalam buku pertamaku, namanya Go Ara, dia bilang hidup kita sangatlah  singkat maka kita harus mengisinya dengan kebahagian....”, wartawan itu  sepertinya tahu apa yang terjadi pada Ara, karna aku memberitahukannya  dibukuku itu.
“jeosonghamnida...Yunho-ssi....”, dia terlihat merasa tidak enak. Aku tersenyum.
“kwenchana....”
* she kept her promise*
Sore harinya aku pergi sendiri ke makamnya, aku membawakan sebuket mawar putih kesukaannya,
“annyong  chagi......aku datang sesuai janjiku padamu. hari ini peluncuran bukuku  berjalan dengan lancar, kau pasti tahu itu kan? Karna aku tahu kau  terus memantauku....untuk kesekian kalinya aku ingin bilang, aku sangat  merindukanmu chagi....kapan kau akan menjemputku untuk bersamamu....”,  aku tersenyum, aku merasa tujuh tahun sudah berlalu begitu lama, sejak  kepergiannya. Aku masih merasakan kehadirannya. Ara lah yang selalu  membuatku mendapatkan semangatku, aku memejamkan mataku, dengan begitu  aku bisa merasakan kehadirannya. Aku tersenyum.
“chagi....aku  sudah mencoba untuk membuka hatiku untuk yeoja lain...tapi tidak bisa,  aku harap kau mengerti....aku akan mengunjungimu minggu depan, sebelum  aku pergi ke Jepang....aku pergi dulu ya chagi....”, aku berdiri dan  berjalan gontai menuju mobilku, aku masuk kedalam mobil. Mengingat Ara  selalu membuatku senang. Teringat akan tawanya, senyum tulusnya yang  selalu mengembang.
“Ara...”, aku tersenyum, aku mulai melajukan  mobilku. Jalanan terasa begitu lenglang, aku meluncurkan porce merahku  dengan cepat, tiba-tiba seberkas cahaya menyilaukan mataku, truk besar  sudah berada didepanku, aku pun membanting kemudiku kearah lain, aku  merasa melayang. Sekejap semua kenanganku dari aku kecil sampai aku  dewasa berkelibat dengan cepat, aku berjalan dijalan yang begitu terang,  jalan itu serba berwarna putih, banyak orang-orang berbaju putih  berlalu-lalang disana, dan aku melihat Ara, dia berdiri sejauh 3 meter  dari tempatku berdiri, dengan menggunakan pakaian putih yang sama dengan  yang lainnya, ia tersenyum manis.
“apa kau menjemputku?”, Ara  mengangguk dan mengulurkan tangannya. aku berjalan mendekati Ara dan  menggapai tangannya, aku tersenyum senang.
“apa kau merindukanku?”, tanyanya, aku mengangguk.
“terimakasih  kau mau menepati janjimu untuk menjemputku....”, aku memeluknya. Kami  berdua berjalan bersama dengan semua orang menuju cahaya yang sangat  terang. Ara-ku menepati janjinya seperti aku yang menepati janjiku  padanya, karna cinta kami lebih besar dari apapun.
                                               ***END***

3 comments:
hai ma...aq ikut u blog ya? coz yunra shiper too...cek my blog ya...
oke gomawo ya onnie^^*
oke aku cek hehhee
terima kasih atas rangkumanya kak~
Visit Us
Post a Comment